Rabu, 16 November 2011

Panduan Shalat Idul Fithri dan Idul Adha

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang meniti jalan mereka hingga akhir zaman.
Berikut adalah panduan ringkas dalam shalat ‘ied, baik shalat ‘Idul Fithri atau pun ‘Idul Adha. Yang kami sarikan dari beberapa penjelasan ulama. Semoga bermanfaat.
Hukum Shalat ‘Ied
Menurut pendapat yang lebih kuat, hukum shalat ‘ied adalah wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan yang dalam keadaan mukim[1]. Dalil dari hal ini adalah hadits dari Ummu ‘Athiyah, beliau berkata,
أَمَرَنَا – تَعْنِى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- – أَنْ نُخْرِجَ فِى الْعِيدَيْنِ الْعَوَاتِقَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ وَأَمَرَ الْحُيَّضَ أَنْ يَعْتَزِلْنَ مُصَلَّى الْمُسْلِمِينَ.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami pada saat shalat ‘ied (Idul Fithri ataupun Idul Adha) agar mengeluarkan para gadis (yang baru beanjak dewasa) dan wanita yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haidh. Namun beliau memerintahkan pada wanita yang sedang haidh untuk menjauhi tempat shalat.“[2]
Di antara alasan wajibnya shalat ‘ied dikemukakan oleh Shidiq Hasan Khon (murid Asy Syaukani).[3]
Pertama: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus melakukannya.
Kedua: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah kaum muslimin untuk keluar rumah untuk menunaikan shalat ‘ied. Perintah untuk keluar rumah menunjukkan perintah untuk melaksanakan shalat ‘ied itu sendiri bagi orang yang tidak punya udzur. Di sini dikatakan wajib karena keluar rumah merupakan wasilah (jalan) menuju shalat. Jika wasilahnya saja diwajibkan, maka tujuannya (yaitu shalat) otomatis juga wajib.
Ketiga: Ada perintah dalam Al Qur’an yang menunjukkan wajibnya shalat ‘ied yaitu firman Allah Ta’ala,
 
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Maksud ayat ini adalah perintah untuk melaksanakan shalat ‘ied.
Keempat: Shalat jum’at menjadi gugur bagi orang yang telah melaksanakan shalat ‘ied jika kedua shalat tersebut bertemu pada hari ‘ied. Padahal sesuatu yang wajib hanya boleh digugurkan dengan yang wajib pula. Jika shalat jum’at itu wajib, demikian halnya dengan shalat ‘ied. –Demikian penjelasan Shidiq Hasan Khon yang kami sarikan-.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Pendapat yang menyatakan bahwa hukum shalat ‘ied adalah wajib bagi setiap muslim lebih kuat daripada yang menyatakan bahwa hukumnya adalah fardhu kifayah (wajib bagi sebagian orang saja). Adapun pendapat yang mengatakan bahwa hukum shalat ‘ied adalah sunnah (dianjurkan, bukan wajib), ini adalah pendapat yang lemah. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan untuk melakukan shalat ini. Lalu beliau sendiri dan para khulafaur rosyidin (Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali, -pen), begitu pula kaum muslimin setelah mereka terus menerus melakukan shalat ‘ied. Dan tidak dikenal sama sekali kalau ada di satu negeri Islam ada yang meninggalkan shalat ‘ied. Shalat ‘ied adalah salah satu syi’ar Islam yang terbesar. … Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi keringanan bagi wanita untuk meninggalkan shalat ‘ied, lantas bagaimana lagi dengan kaum pria?”[4]


Waktu Pelaksanaan Shalat ‘Ied
Menurut mayoritas ulama –ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Hambali-, waktu shalat ‘ied dimulai dari matahari setinggi tombak[5] sampai waktu zawal (matahari bergeser ke barat).[6]
Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengakhirkan shalat ‘Idul Fitri dan mempercepat pelaksanaan shalat ‘Idul Adha. Ibnu ‘Umar yang sangat dikenal mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah keluar menuju lapangan kecuali hingga matahari meninggi.”[7]
Tujuan mengapa shalat ‘Idul Adha dikerjakan lebih awal adalah agar orang-orang dapat segera menyembelih qurbannya. Sedangkan shalat ‘Idul Fitri agak diundur bertujuan agar kaum muslimin masih punya kesempatan untuk menunaikan zakat fithri.[8]


Tempat Pelaksanaan Shalat ‘Ied
Tempat pelaksanaan shalat ‘ied lebih utama (lebih afdhol) dilakukan di tanah lapang, kecuali jika ada udzur seperti hujan. Abu Sa’id Al Khudri mengatakan,
  
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha menuju tanah lapang.“[9]

An Nawawi mengatakan, “Hadits Abu Sa’id Al Khudri di atas adalah dalil bagi orang yang menganjurkan bahwa shalat ‘ied sebaiknya dilakukan di tanah lapang dan ini lebih afdhol (lebih utama) daripada melakukannya di masjid. Inilah yang dipraktekkan oleh kaum muslimin di berbagai negeri. Adapun penduduk Makkah, maka sejak masa silam shalat ‘ied mereka selalu dilakukan di Masjidil Haram.”[10]


Tuntunan Ketika Hendak Keluar Melaksanakan Shalat ‘Ied
Pertama: Dianjurkan untuk mandi sebelum berangkat shalat. Ibnul Qayyim mengatakan, “Terdapat riwayat yang shahih yang menceritakan bahwa Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mandi pada hari ‘ied sebelum berangkat shalat.”[11]
Kedua: Berhias diri dan memakai pakaian yang terbaik. Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar ketika shalat ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha dengan pakaiannya yang terbaik.”[12]
Ketiga: Makan sebelum keluar menuju shalat ‘ied khusus untuk shalat ‘Idul Fithri.
Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.”[13]
Hikmah dianjurkan makan sebelum berangkat shalat Idul Fithri adalah agar tidak disangka bahwa hari tersebut masih hari berpuasa. Sedangkan untuk shalat Idul Adha dianjurkan untuk tidak makan terlebih dahulu adalah agar daging qurban bisa segera disembelih dan dinikmati setelah shalat ‘ied.[14]
Keempat: Bertakbir ketika keluar hendak shalat ‘ied. Dalam suatu riwayat disebutkan,

كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ فَيُكَبِّر حَتَّى يَأْتِيَ المُصَلَّى وَحَتَّى يَقْضِيَ الصَّلاَةَ فَإِذَا قَضَى الصَّلاَةَ ؛ قَطَعَ التَّكْبِيْر

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya ‘Idul Fithri, lantas beliau bertakbir sampai di lapangan dan sampai shalat hendak dilaksanakan. Ketika shalat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.”[15]
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berangkat shalat ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) bersama Al Fadhl bin ‘Abbas, ‘Abdullah bin’Abbas, ‘Ali, Ja’far, Al Hasan, Al Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah, dan Ayman bin Ummi Ayman, mereka mengangkat suara membaca tahlil (laa ilaha illallah) dan takbir (Allahu Akbar).”[16]


Tata cara takbir ketika berangkat shalat ‘ied ke lapangan:
[1] Disyari’atkan dilakukan oleh setiap orang dengan menjahrkan (mengeraskan) bacaan takbir. Ini berdasarkan kesepakatan empat ulama madzhab.[17]
[2] Di antara lafazh takbir adalah,

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

“Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar, Allahu akbar wa lillahil hamd (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala pujian hanya untuk-Nya)” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa lafazh ini dinukil dari banyak sahabat, bahkan ada riwayat yang menyatakan bahwa lafazh ini marfu’ yaitu sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.[18]
Syaikhul Islam juga menerangkan bahwa jika seseorang mengucapkan “Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu akbar“, itu juga diperbolehkan.[19]
Kelima: Menyuruh wanita dan anak kecil untuk berangkat shalat ‘ied. Dalilnya sebagaimana disebutkan dalam hadits Ummu ‘Athiyah yang pernah kami sebutkan. Namun wanita tetap harus memperhatikan adab-adab ketika keluar rumah, yaitu tidak berhias diri dan tidak memakai harum-haruman.
Sedangkan dalil mengenai anak kecil, Ibnu ‘Abbas –yang ketika itu masih kecil- pernah ditanya, “Apakah engkau pernah menghadiri shalat ‘ied bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Ia menjawab,

نَعَمْ ، وَلَوْلاَ مَكَانِى مِنَ الصِّغَرِ مَا شَهِدْتُهُ

Iya, aku menghadirinya. Seandainya bukan karena kedudukanku yang termasuk sahabat-sahabat junior, tentu aku tidak akan menghadirinya.”[20]
Keenam: Melewati jalan pergi dan pulang yang berbeda. Dari Jabir, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘ied, beliau lewat jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.“[21]
Ketujuh: Dianjurkan berjalan kaki sampai ke tempat shalat dan tidak memakai kendaraan kecuali jika ada hajat. Dari Ibnu ‘Umar, beliau mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَخْرُجُ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَيَرْجِعُ مَاشِيًا.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied dengan berjalan kaki, begitu pula ketika pulang dengan berjalan kaki.“[22]


Tidak Ada Shalat Sunnah Qobliyah ‘Ied dan Ba’diyah ‘Ied
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَرَجَ يَوْمَ أَضْحَى أَوْ فِطْرٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلاَ بَعْدَهَا

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada hari Idul Adha atau Idul Fithri, lalu beliau mengerjakan shalat ‘ied dua raka’at, namun beliau tidak mengerjakan shalat qobliyah maupun ba’diyah ‘ied.“[23]


Tidak Ada Adzan dan Iqomah Ketika Shalat ‘Ied
Dari Jabir bin Samuroh, ia berkata,

صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْعِيدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلاَ مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ.

“Aku pernah melaksanakan shalat ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya sekali atau dua kali, ketika itu tidak ada adzan maupun iqomah.”[24]
Ibnul Qayyim mengatakan, “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ke tempat shalat, beliau pun mengerjakan shalat ‘ied tanpa ada adzan dan iqomah. Juga ketika itu untuk menyeru jama’ah tidak ada ucapan “Ash Sholaatul Jaam’iah.” Yang termasuk ajaran Nabi adalah tidak melakukan hal-hal semacam tadi.”[25]


Tata Cara Shalat ‘Ied
Jumlah raka’at shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dua raka’at. Adapun tata caranya adalah sebagai berikut.[26]
Pertama: Memulai dengan takbiratul ihrom, sebagaimana shalat-shalat lainnya.
Kedua: Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak tujuh kali takbir -selain takbiratul ihrom- sebelum memulai membaca Al Fatihah. Boleh mengangkat tangan ketika takbir-takbir tersebut sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibnu ‘Umar. Ibnul Qayyim mengatakan, “Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengangkat tangannya dalam setiap takbir.”[27]

Ketiga: Di antara takbir-takbir (takbir zawa-id) yang ada tadi tidak ada bacaan dzikir tertentu. Namun ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia mengatakan, “Di antara tiap takbir, hendaklah menyanjung dan memuji Allah.”[28] Syaikhul Islam mengatakan bahwa sebagian salaf di antara tiap takbir membaca bacaan,

سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ . اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي

Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar. Allahummaghfirlii war hamnii (Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah aku).” Namun ingat sekali lagi, bacaannya tidak dibatasi dengan bacaan ini saja. Boleh juga membaca bacaan lainnya asalkan di dalamnya berisi pujian pada Allah Ta’ala.
Keempat: Kemudian membaca Al Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surat lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah surat Qaaf pada raka’at pertama dan surat Al Qomar pada raka’at kedua. Ada riwayat bahwa ‘Umar bin Al Khattab pernah menanyakan pada Waqid Al Laitsiy mengenai surat apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri. Ia pun menjawab,

كَانَ يَقْرَأُ فِيهِمَا بِ (ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ) وَ (اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ)

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca “Qaaf, wal qur’anil majiid” (surat Qaaf) dan “Iqtarobatis saa’atu wan syaqqol qomar” (surat Al Qomar).”[29]
Boleh juga membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua. Dan jika hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, dianjurkan pula membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua, pada shalat ‘ied maupun shalat Jum’at. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْرَأُ فِى الْعِيدَيْنِ وَفِى الْجُمُعَةِ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ) قَالَ وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ فِى يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِى الصَّلاَتَيْنِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat ‘ied maupun shalat Jum’at “Sabbihisma robbikal a’la” (surat Al A’laa) dan “Hal ataka haditsul ghosiyah” (surat Al Ghosiyah).” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.[30]
Kelima: Setelah membaca surat, kemudian melakukan gerakan shalat seperti biasa (ruku, i’tidal, sujud, dst).
Keenam: Bertakbir ketika bangkit untuk mengerjakan raka’at kedua.
Ketujuh: Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak lima kali takbir -selain takbir bangkit dari sujud- sebelum memulai membaca Al Fatihah.
Kedelapan: Kemudian membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Kesembilan: Mengerjakan gerakan lainnya hingga salam.


Khutbah Setelah Shalat ‘Ied
Dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ – رضى الله عنهما – يُصَلُّونَ الْعِيدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr, begitu pula ‘Umar biasa melaksanakan shalat ‘ied sebelum khutbah.”[31]
Setelah melaksanakan shalat ‘ied, imam berdiri untuk melaksanakan khutbah ‘ied dengan sekali khutbah (bukan dua kali seperti khutbah Jum’at).[32] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan khutbah di atas tanah dan tanpa memakai mimbar.[33] Beliau pun memulai khutbah dengan “hamdalah” (ucapan alhamdulillah) sebagaimana khutbah-khutbah beliau yang lainnya.
Ibnul Qayyim mengatakan, “Dan tidak diketahui dalam satu hadits pun yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuka khutbah ‘iednya dengan bacaan takbir. … Namun beliau memang sering mengucapkan takbir di tengah-tengah khutbah. Akan tetapi, hal ini tidak menunjukkan bahwa beliau selalu memulai khutbah ‘iednya dengan bacaan takbir.”[34]
Jama’ah boleh memilih mengikuti khutbah ‘ied ataukah tidak. Dari ‘Abdullah bin As Sa-ib, ia berkata bahwa ia pernah menghadiri shalat ‘ied bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tatkala beliau selesai menunaikan shalat, beliau bersabda,

إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ

“Aku saat ini akan berkhutbah. Siapa yang mau tetap duduk untuk mendengarkan khutbah, silakan ia duduk. Siapa yang ingin pergi, silakan ia pergi.”[35]

Ucapan Selamat Hari Raya
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Adapun tentang ucapan selamat (tah-niah) ketika hari ‘ied seperti sebagian orang mengatakan pada yang lainnya ketika berjumpa setelah shalat ‘ied, “Taqobbalallahu minna wa minkum wa ahaalallahu ‘alaika” dan semacamnya, maka seperti ini telah diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi. Mereka biasa mengucapkan semacam itu dan para imam juga memberikan keringanan dalam melakukan hal ini sebagaimana Imam Ahmad dan lainnya. Akan tetapi, Imam Ahmad mengatakan, “Aku tidak mau mendahului mengucapkan selamat hari raya pada seorang pun. Namun kalau ada yang mengucapkan selamat padaku, aku akan membalasnya“. Imam Ahmad melakukan semacam ini karena menjawab ucapan selamat adalah wajib, sedangkan memulai mengucapkannya bukanlah sesuatu yang dianjurkan. Dan sebenarnya bukan hanya beliau yang tidak suka melakukan semacam ini. Intinya, barangsiapa yang ingin mengucapkan selamat, maka ia memiliki qudwah (contoh). Dan barangsiapa yang meninggalkannya, ia pun memiliki qudwah (contoh).”
Bila Hari ‘Ied Jatuh pada Hari Jum’at
Bila hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, maka bagi orang yang telah melaksanakan shalat ‘ied, ia punya pilihan untuk menghadiri shalat Jum’at atau tidak. Namun imam masjid dianjurkan untuk tetap melaksanakan shalat Jum’at agar orang-orang yang punya keinginan menunaikan shalat Jum’at bisa hadir, begitu pula orang yang tidak shalat ‘ied bisa turut hadir. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama Hambali. Dan pendapat ini terdapat riwayat dari ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Az Zubair.
Dalil dari hal ini adalah:
Pertama: Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqom,

أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِى يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِى الْجُمُعَةِ فَقَالَ « مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيُصَلِّ ».

“Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua ‘ied (hari Idul Fithri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jum’at) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat ‘ied dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan melaksanakannya.”[36]
Kedua: Dari ‘Atho’, ia berkata, “Ibnu Az Zubair ketika hari ‘ied yang jatuh pada hari Jum’at pernah shalat ‘ied bersama kami di awal siang. Kemudian ketika tiba waktu shalat Jum’at Ibnu Az Zubair tidak keluar, beliau hanya shalat sendirian. Tatkala itu Ibnu ‘Abbas berada di Thoif. Ketika Ibnu ‘Abbas tiba, kami pun menceritakan kelakuan Ibnu Az Zubair pada Ibnu ‘Abbas. Ibnu ‘Abbas pun mengatakan, “Ia adalah orang yang menjalankan sunnah (ajaran Nabi) [ashobas sunnah].”[37] Jika sahabat mengatakan ashobas sunnah(menjalankan sunnah), itu berarti statusnya marfu’ yaitu menjadi perkataan Nabi.[38]
Diceritakan pula bahwa ‘Umar bin Al Khottob melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Ibnu Az Zubair. Begitu pula Ibnu ‘Umar tidak menyalahkan perbuatan Ibnu Az Zubair. Begitu pula ‘Ali bin Abi Tholib pernah mengatakan bahwa siapa yang telah menunaikan shalat ‘ied maka ia boleh tidak menunaikan shalat Jum’at. Dan tidak diketahui ada pendapat sahabat lain yang menyelisihi pendapat mereka-mereka ini.[39]


Catatan:
Dianjurkan bagi imam masjid agar tetap mendirikan shalat Jum’at supaya orang yang ingin menghadiri shalat Jum’at atau yang tidak shalat ‘ied bisa menghadirinya. Dalil dari hal ini adalah dari An Nu’man bin Basyir, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat ‘ied dan shalat Jum’at “sabbihisma robbikal a’la” dan “hal ataka haditsul ghosiyah”.” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.[40] Karena imam dianjurkan membaca dua surat tersebut pada shalat Jum’at yang bertepatan dengan hari ‘ied, ini menunjukkan bahwa shalat Jum’at dianjurkan untuk dilaksanakan oleh imam masjid.
Siapa saja yang tidak menghadiri shalat Jum’at dan telah menghadiri shalat ‘ied –baik pria maupun wanita- maka wajib baginya untuk mengerjakan shalat Zhuhur (4 raka’at) sebagai ganti karena tidak menghadiri shalat Jum’at.[41]
Demikian beberapa penjelasan ringkas mengenai panduan shalat Idul Fithri dan Idul Adha. Semoga bermanfaat.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Kamis, 10 November 2011

Kegalauan

lo pernah Galau ?

gw yakin 100% dari pembaca tulisan ini pernah mengalami GALAU walau cuma sekali dua kali tiga kali empat kali. dan mungkin lo mau baca dulu post gw tentang Kalimat Galau ? hehe
Galau (lagi)
Galau (lagi)
oke pertama gw sebagai perwakilan dari yayasan Spidol Bekas Indonesia akan menjelaskan apa itu galau. galau yang dalam bahasa inggris disebut sebagai hubbub  adalah suatu kondisi di mana diri lo sedang merasa kacau, merasa tidak karuan, dan gelisah pada satu kondisi. umumnya yang terjadi kondisi yang buruk seperti: dapet nilai yang buruk, dapet tugas yang ajaib susahnya, atau kalau lagi putus cinta, bisa memicu lo dalam waktu sedetik langsung GALAU.
keadaan galau memang sering menimpa kita-kita yang masih remaja dan labil. biasanya yang bikin kita galau mayoritas karena masalah cinta. selanjutnya menyusul karena masalah tugas atau hubungan pertemanan.
biasanya keadaan galau lebih mudah menyerang kaum wanita, karena kaum pria lebih dominan berpikir secara praktis dan tidak terlalu sering berpedoman pada perasaan.
Penyebab Galau:
rasa galau timbul karena banyak faktor di antaranya:
  1. social media. pengaruh social media seperti Facebook dan Twitter menurut gw punya andil cukup besar untuk membuat orang galau dalam seperempat detik. misalnya lo lagi punya tugas kuliah berjibun, terus lo buka Twitter dan liat timeline lo isinya temen-temen lo semua yang lagi galau sama tugas itu dan mengeluh semua. secara tidak langsung lo juga akan merasa kalau tugas yang lo dan temen lo dapet itu sangat susah. jadi intinya di sini isi dari social media bisa mempengaruhi cara berpikir lo sendiri, sehingga bisa menyebabkan lo galau atau tidak
  2. kurang temen. ini lagi nih…bayangin kalo lo lagi galau sama tugas misalnya atau masalah cinta, dan lo gak punya temen untuk berbagi cerita untuk sekedar melupakan masalah lo atau minta solusi sama temen atau sahabat lo. gw bisa pastiin lo bakal galau to the max. karena kalo lo gak punya banyak temen otomatis lo bakal merasa sendiri di dunia ini, tanpa ada yang peduli
  3. jarang ibadah. nah ini dia tipikal manusia yang aneh…udah tau lagi dapet masalah banyak bukannya minta tolong sama yang maha kuasa malah lebih banyak mengeluh. kalau kita jarang ibadah secara psikologis kita akan merasa kurang nyaman dan aman, karena ketika kita beribadah kita secara tidak langsung mempunyai tempat bergantung dari semua masalah yang lagi kita hadapi, siapa lagi tempat bergantung dari semua masalah yang lebih baik daripada Tuhan Yang Maha Esa ?
  4. tayangan media. tayangan seperti sinetron dan reality show cukup punya kontribusi bikin lo galau. contohnya begini (yang agak ekstrem) lo lagi nonton sinetron yang isinya itu anak kecil masih SMP, udah main pacaran mulu, hidupnya buat cinta doang, minim prestasi…nah otomatis kalo misalnya lo lagi jomblo lo bisa jadi berpikir “waduh anak kecil aja udah pacaran, masa gw belom dapet…hiks” begitu lah.
Ciri-Ciri Orang Galau:
seperti yang udah gw lansir sebelumnya, ciri-ciri orang galau adalah:
  1. resah. dia merasa di hidupnya itu ada yang kurang, tapi dia gak tahu itu apa
  2. suka ngeluh. nah ini nih, kebanyakan orang yang lagi galau itu sering banget ngeluh, apalagi di social media Twitter. bagi kalian pengguna Twitter pasti gak jarang liat timeline dari temen kalian yang isinya suka ngeluh…contohnya kayak “ahhh…males banget sih, panas panas gini suruh beli beras…mana tadi habis ke salon hhuu” >>> (-_-”)
  3. suka membiarkan masalah diumbar ke publik. ciri yang ini sangat kental di social media, karena perkembangannya sehingga penggunanya merasa kalau dia harus kasih tahu ke semua orang kejadian apa yang baru dia alami atau rasain. kebanyakan dari mereka gak peduli kalo orang lain tahu masalah mereka. dan biasanya mereka cenderung dapat membuat banyak status baru dalam waktu seperdelapan detik. selebihnya orang yang lagi galau biasanya akan sangat sering muncul di social media, bukan karena dia aktif untuk berkomunikasi, tapi untuk menyebarkan kepada dunia sana kalau dia lagi bermasalah
Social Media bisa mempengaruhi Anda untuk GALAU
Social Media bisa mempengaruhi Anda untuk GALAU

TIPS ATASI GALAU:

nah ini yang ditunggu-tunggu, tips untuk mengatasi rasa galau a la SpidolBekas, oke pertama:
  • kontrol penggunaan social media. menurut gw karena social media punya andil cukup besar untuk bikin kita galau, maka ada baiknya kita mengontrol penggunaannya. gunakan lah social media seperlu kalian, yang penting untuk komunikasi, selanjutnya batasi hal-hal apa saja yang akan kalian tulis di status kalian, upayakan supaya status kalian tidak mengumbar masalah pribadi, menyinggung pihak tertentu apalagi berkaitan dengan SARA
  • banyak berteman. memiliki teman banyak mungkin bisa menghindari lo dari stres, karena dengan banyak berteman maka hidup lo gak akan pernah sepi lagi, hidup lo penuh warna…apalagi kalau punya temen deket udah yang lama lupain aja ups….
  • ikut banyak kegiatan. kalo lo punya sejubel kegiatan pastinya setiap masalah cemen macam putus cinta pasti lewat jauh deh…lo gak bakal bisa ambil pusing lagi, karena galau karena cinta itu datang kalo lo lagi bengong jadi kepikiran terus
  • rajin ibadah. lo harus yakin Tuhan bisa menyelesaikan semua masalah lo, jadi lo lebih baik berdoa daripada mengeluh terus…pasti selalu ada jalan
  • kurangi konsumsi sinetron atau reality show. percaya deh sinetron sama reality show di negara ini cenderung banyak ngebodohin lo sendiri. sumpah…jadi kalo lo mau jadi pinter hadapi semua masalah lo ya jangan nonton tayangan kayak gituan
  • jaga komunikasi dengan teman deket. ini nih spesial khusus untuk lo yang baru galau gara-gara putus cinta. kalo lo selama ini punya temen deket tapi mesra apa salahnya lo mulai jaga komunikasi. siapa tahu kan dia bisa jadi orang yang lebih baik berkali lipat dari yang dulu ?
  • rajin olahraga. olahraga cukup bagus buat lo, mulai aja dari kegiatan olahraga ringan seperti sering berjalan kaki. karena menurut gw kalo lo rajin olahraga otomatis pola tidur lo akan lebih baik. jadi lo akan terhindar dari jam-jam malam di mana lo masih melek dan terus mikirin semua masalah lo, sedangkan gak ada temen berbagi karena semua temen lo udah pada tidur.

Senin, 07 November 2011

Puasa Sunnat & Waktu Yang Diharamkan Untuk Berpuasa

Saudaraku sesama muslim (muslimah), kembali saya berdakwah (lewat tulisan) sesuai Judul artikel ini tersebut diatas kali ini materi kita adalah setentang puasa sunnat dan kapan waktu yang diharamkan kita berpuasa. Selain puasa wajib (fardhu) ada puasa yang dikerjakan oleh seseorang (muslim) guna mendapatkan ridho Allah SWT dan mendekatkan diri kepadanNya dan bagi yang melaksanakannya hukumnya sunnat. Inilah yang disebut puasa sunnat, yaitu puasa yang dianjurkan oleh Nabi SAW.
Adapun macam-macam puasa sunnat sebagaimana ditentukan Nabi SAW sebagai berikut 
·        1. Puasa Nabi Daud :
”Dari Abdullah bin Umar berkata, Rasulullah SAW bersabda : ”Berpuasalah sehari dan berbukalah sehari, itu puasa Nabi Daud dan itulah seutama – utama puasa. Maka berkatalah aku : ”Saya sanggup lebih dari demikian.” Jawab Rasulullah SAW : ”Tidak ada yang lebih utama dari itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
·        2. Puasa 6 (enam) hari dibulan Syawal :
”Puasa ini biasa dinamakan puasa enam (Syawalan) dari Ayub berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian ia puasa 6 (enam) hari pada bulan syawal, seperti puasa sepanjang masa.” (HR Muslim)
 ·        Puasa Dihari-hari likur pertama dari bulan Dzulhijjah. 
3.      Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda :
”Tak ada hari pun yang lebih disukai Allah SWT kita mengerjakan amalan-amalan didalamnya atau lebih utama kita beramal – tama dari bulan Dzulhijjah : Bertanya seorang sahabat : ”Apakah lebih utama juga dari Jihad ? Jawab Rasulullah SAW : ”Ya, melebihi jihad juga, kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan hartanya dan tidak membawa pulang apa-apa lagi.” (HR Abdur Razaq.)
 ·        4. Puasa Arafah :
”Yaitu puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah (bulan Haji) orang yang sedang melakukan haji tidak disunnahkan berpuasa Arafah karena mereka sedang wukuf di Arafah. Sesuai Hadist berikut ini :
”Dari Abu Qatadah, Nabi SAW bersabda : ”Puasa dihari Arafah akan menghapus dosa dua tahun, tahun yang telah lalu dan tahun yang akan datang.” (HR Musim)
 ·        5. Puasa Asyura :
Yaitu puasa sunnat pada tanggal 10 Muharram (puasa hari ’Asyura)
”Dari Abu Qatadah, Rasulullah SAW telah bersabda : ”Puasa hari ’Asyura itu menghapuskan dosa satu tahun yang telah lalu.” (HR Muslim)
 ·        6. Puasa Sya’ban :
(Puasa sunnat yang dilaksanakan dibulan Sya’ban.)

Dari Aisyah ra ia berkata : ”Saya tidak melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasa satu bulan penuh, selain bulan Ramadhan dan saya tidak melihat Rasulullah pada bulan-bulan lain berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban.” (HR Bukhari dan Muslim)
·        7. Puasa 3 (tiga) hari (setiap bulan yaitu tanggal 13,14, dan tanggal 15 bulan (Qomariah) kecuali bulan Dzulhijjah.
 ”Dari Abu Dzar, Rasulullah SAW bersabda : ”Apabila engkau hendak berpuasa engkau hanya 3 (tiga) hari dalam satu bulan, hendaklah kamu berpuasa tanggal 13, 14, dan 15.” (HR Ahmad dan Nasa’i)
·        8. Puasa Senin Kamis :
Bersabda Rasulullah SAW :
 ”Dari Aisyah ra ia berkata : ”Nabi SAW selalu memilih puasa hari senin dan hari kamis.” (HR Turmudzi)
            Sementara waktu-waktu yang diharamkan berpuasa adalah seperti berikut, bahwa umat Islam diperbolehkan melakukan puasa kapan saja ia menghendakinya, kecuali pada hari-hari dimana Rasulullah SAW mengharamkan puasa dan hari-hari diharamkan kita (umat) berpuasa adalah :
            a.         Dua Hari Raya, yaitu hari raya Idhul Fitri dan Hari Raya Idhul Adha. Hari raya Idhul Fitri jatuh pada tanggal 1 Syawal dan hari raya Idhul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah.
·        Hadist Nabi SAW dari Abu Hurairah ra yang (artinya) : ”Rasulullah SAW melarang puasa pada dua hari raya yaitu hari raya Idhul Fitri dan hari raya Idhul Adha.” (HR Muslim)
b.         Hari-hari Tasrik (tiga hari) yaitu tanggal 11,12 dan tanggal 13 Dzulhijjah”
·        Sementara Hadist dari Nubaisyah Al Huzail ia berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Hari-hari Tasyrik itu adalah hari-hari makan dan minum serta menyebut (mengagungkan) Allah Azza wa Jalla.(HR Muslim)
 ·        Dan bersabda Rasulullah SAW didalam sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Daruqutni :
 ”Dari Anas, bahwasanya Nabi SAW telah melarang berpuasa pada lima hari dalam satu tahun, yaitu : Hari raya Idhul Fitri, hari raya Idhul Adha dan 3 (tiga) hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.” (HR Daruqutni)
            Saudaraku sesama muslim, larangan melakukan puasa tersebut adalah merupakan hak Allah yang harus ditaati oleh orang beriman. Karena setiap perintah maupun larangan Allah SWT pasti mempunyai rahasia dan manfaat bagi kita (manusia)
·        Perhatikan Hadist Nabi SAW berikut ini :
 ”Bahwasanya Tuhanmu mempunyai hak atasmu yang wajib engkau bayar. Begitu juga keluargamu dan dirimu, semua mempunyai hak yang wajib engkau bayar. Maka dari itu hendaklah engkau berpuasa sewaktu-waktu dan berbuka sewaktu-waktu. Berjaga malam sewaktu-waktu dan tidur diwaktu yang lain. Dekatilah ahlimu dan berikanlah hak mereka satu persatu.” (HR Bukhari)

c.      Pada hari Syak yaitu tanggal 30 Sya’ban yang tiada terlihat malamnya hilal Ramadhan :
Saudaraku, selain waktu-waktu yang diharamkan berpuasa diatas, orang Islam juga dilarang (makruh) berpuasa pada hari Jum’at, kecuali sehari sebelum hari Jum’at atau sehari sesudah hari Jum’at memang sudah berpuasa atau memang akan berpuasa, sesuai Hadist dari Abu Hurairah ra yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim yang isinya melarang orang berpuasa pada hari Jum’at kecuali telah berpuasa sehari sebelumnya (hari Kamis) dan atau akan berpuasa sesudah hari Jum’at (hari sabtu)nya.
Sampai disini saya sudahi dulu tulisan (artikel) religius ini. Insya Allah Jumpa lagi kita dengan tulisan saya yang lain dikesempatan lain. Terima kasih atas segala perhatian, mohon maaf sekiranya didalam tulisan ini terdapat kehilafan. Sekali lagi terima kasih, wa afwaminkum wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sabtu, 05 November 2011

Sejarah Kurban

Sejarah qurban itu dibagi menjadi tiga, yaitu : zaman Nabi Adam As;  zaman Nabi Ibrahim As; dan pada zaman Nabi Muhammad SAW.
     Pertama pada zaman Nabi Adam As. Qurban dilaksanakan oleh putra-putranya yaitu bernama Qabil dan Habil. Kekayaan yang dimiliki oleh Qabil mewakili kelompok petani, sedang Habil mewakili kelompok peternak. Saat itu sudah mulai ada perintah, siapa yang memiliki harta banyak maka sebagian hartanya dikeluarkan untuk qurban.
   Sebagai petani si Qabil mengeluarkan kurbannya dari hasil pertaniannya dan sebagai peternak si Habil mengeluarkan hewan-hewan peliharaanya untuk kurban, untuk siapa semua itu diqurbankan, padahal waktu itu manusia belum banyak. Diterangkan dalam sejarah, harta yang diqurbankan itu disimpan di suatu tempat yaitu di Padang Arafah yang sekarang menjadi napak tilas bagi para jemaah haji.


Baik buah-buahan yang diqurbankan si Qabil maupun hewan ternak yang diqurbankan si Habil, dari kedua orang tersebut mempunyai sifat berbeda. Si Habil mengeluarkan hewan diqurbankan dengan tulus ikhlas.                   
   Dipilih hewan yang gemuk dan sehat.Berbeda dengan si Qabil, dia memilih buah-buahan yang jelek-jelek.   Ketika keduanya melaksanakan qurban, ternyata yang habis adalah qurban yang dikeluarkan oleh si Habil sementara buah-buahan yang dikeluarkan si Qabil tetap utuh, tidak berkurang.
 Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 27 : 

"Ceritakan kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari meraka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil), Ia berkata : "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil " Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa".
    
    Kurban si Habil di terima Allah SWT karena dia mengeluarkan sebagian hartanya yang bagus-bagus dan dikeluarkan dengan tulus dan ikhlas. Sementara si Qabil mengeluarkan sebagian harta yang jelek-jelek dan terpaksa. Oleh karena kurban tidak diterima Allah. Akhirnya si Qabil menaruh dendam kepada si Habil. Berawal dari perebutan calon istrinya, dimana peraturan waktu itu dengan sistem silang.

 Sedangkan pada zaman nabi Ibrahim,dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa usia Ismail sekitar 6 atau 7 tahun. Sejak dilahirkan sampai sebesar itu Nabi Ismail senantiasa menjadi anak kesayangan. Tiba-tiba Allah memberi ujian kepadanya, sebagaimana firman Allah dalam surat Ash-Shaffaat: 102 :
    “Maka ketika sampai (pada usia sanggup atau cukup) berusaha, Ibrahim berkata: Hai anakku aku melihat (bermimpi) dalam tidur bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah bagaimana pendapatmu” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
     Dalam mimpinyaIbrahim mendapat perintah dari Allah supaya menyembelih putranya Nabi Ismail. Ketika sampai di Mina, Ibrahim menginap dan bermimpi lagi dengan mimpi yang sama. Demikian juga ketika di Arafah, malamnya di Mina, Ibrahim bermimpi lagi dengan mimpi yang tidak berbeda pula. Ibrahim kemudian mengajak putranya, Ismail, berjalan meninggalkan tempat tinggalnya, Mina. Baru saja Ibrahim berjalan meninggalkan rumah, syaitan menggoda Siti Hajar: “Hai Hajar! Apakah benar suamimu yang membawa parang akan menyembelih anakmu Ismail?”. Akhirnya Siti Hajar, sambil berteriak-teriak: “Ya Ibrahim, ya Ibrahim mau diapakan anakku?” Tapi Nabi Ibrahim tetap melaksanakan perintah Allah SWT tersebut.
Setibanya di Jabal Qurban, sekitar 200 meter dari tempat tinggalnya. Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih Ismail. Rencana itu pun berubah drastis, sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam surat Ash-Shaffaat ayat 103-107:
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya. Dan Kami panggillah Dia: "Hai Ibrohim, “Kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang yang berbuat baik”. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar “.

Nabi Muhammad SAW melakukan qurban pada waktu Haji Wada di Mina setelah solat Iedul Adha. Beliau menyembelih 100 ekor unta, 70 ekor di sembelih dengan tangannya sendiri dan 30 ekor di sembelih oleh Sayyidina Ali Ra.
"Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat). kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur." (Al Hajj:36).

   Ayat ini menjelaskan binatang yang dijadikan qurban, tujuan qurban, cara menyembelih hewan qurban, kapan memakan daging qurban, siapa yang dapat memakan daging qurban. Binatang qurban, yaitu al-Budnu, dalam bahasa ialah nama yang khusus bagi unta. Sedangkan sapi dipandang sama menempati tempat unta dalam hukumnya karena Nabi Saw berkata, "Unta dijadikan dalam tujuh (bentuk) dan sapi merupakan bagian dari ketujuh bentuk itu."

Waktu Dan Tempat Terlarang Untuk Melaksanakan Sholat


Waktu-Waktu Terlarang untuk Melaksanakan Shalat

Waktu-waktu terlarang yang kita maksud pada pembahasan ini adalah waktu untuk melaksanakan shalat sunnah. Terdapat tiga waktu terlarang untuk mengerjakan shalat sunnah, yaitu:

Waktu terbit matahari.
Waktu condong matahari pada tengah hari.
Waktu tenggelamnya matahari.

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Ada tiga waktu yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk shalat atau mengubur mayat pada waktu-waktu tersebut, yaitu ketika matahari terbit hingga dia meninggi, ketika bayangan seseorang tampak tegak lurus saat dia berdiri dia bawah sinar matahari hingga condongnya matahari, ketika pancaran sinar matahari semakin berkurang saat hendak terbenam hingga waktu terbenamnya.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Di antara ulama terdapat perbedaan pendapat ilmiah tentang tetap boleh atau tidaknya melaksanakan shalat sunnah pada waktu terlarang, jika ada sebab melaksanakannya. Dua pendapat ulama tersebut adalah:

Shalat sunnah boleh dilaksanakan pada waktu-waktu terlarang untuk melaksanakan shalat, jika ada sebab melaksanakannya.
Shalat sunnah tidak boleh dilaksanakan pada waktu-waktu terlarang untuk melaksanakan shalat, meskipun ada sebab melaksanakannya.

Dalam permasalahan ini pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama (yang membolehkan jika ada sebab). Wallahu a’lam. Di antara contoh sebab tersebut adalah shalat tahiyyatul masjid, shalat gerhana, istisqa’, dan shalat sunnah dua rakaat setelah berwudhu.
Mari kita sertakan beberapa contoh tentang penjelasan di atas. Semoga menambah pemahaman kita.
Pada saat kita masuk ke sebuah masjid pukul 06.00, misalnya untuk mengikuti pengajian, bolehkah kita shalat tahiyyatul masjid padahal saat itu adalah waktu terlarang untuk shalat? Jawabannya: Boleh, karena kita memiliki sebab untuk melaksanakan shalat di waktu terlarang tersebut, yaitu karena kita masuk ke dalam masjid.
Contoh lain, yaitu saat kita berwudhu pada pukul 11.30, apakah kita boleh melaksanakan shalat sunnah dua rakaat setelah wudhu? Jawabannya: Boleh, karena sebab kita melaksanakan shalat sunnah tersebut adalah kita selesai melaksanakan wudhu. Shalat sunnah dua rakaat setelah berwudhu merupakan salah satu tuntunan dalam Islam yang ganjarannya begitu mulia. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Bilal ketika shalat shubuh, “Wahai Bilal, beritahukanlah kepadaku tentang sebuah amal yang paling engkau harapkan dalam Islam, karena aku mendengar suara kedua sendalmu berada di hadapanku di surga.” Bilal berkata, “Aku tidak mengetahui amalan yang paling aku harapkan (sebagai amal andalan) selain bahwasanya aku tidaklah berwudhu pada malam atau siang hari, melainkan aku akan shalat semampuku.” (Hadits muttafaq ‘alaih)
Adapun jika kita sekadar hendak shalat di waktu terlarang, tanpa ada sebab tertentu, maka itu tidak diperbolehkan.
Waktu-Waktu dan Tempat-Tempat yang Dikecualikan dari Pelarangan
عن عقبة بن عامر رضي الله عنه قال: ((ثلاث ساعات كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ينهان أن نصلي فيهن أو أن نقبر فيهن موتانا: حين تطلع الشمس بازغة حتى ترتفع، و حين يقوم قائم الظهيرة حتى تميل الشمس و حين تضيف الشمس للغروب حتى تغرب
Dari ‘Uqbah bin Anir radhiyallhu ‘anhu, dia berkata, “Tiga waktu yang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melarang kami untuk shalat pada waktu-waktu tersebut atau menguburkan mayat pada saat tersebut adalah ketika matahari terbit hingga matahari tersebut meninggi, ketika tengah hari hingga matahari condong, dan ketika petang hari hingga saat matahari terbenam.”

Tempat-Tempat Terlarang untuk Melaksanakan Shalat

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku diberi keutamaan atas para nabi dengan enam hal: aku diberi jawaami’il kalim (kalimat ringkas namun padat makna –pen), aku ditolong pada peperangan (dengan rasa takut pada dada musuhku), harta rampasan perang dihalalkan bagiku, bagiku bumi dijadikan untuk bersuci (tayamum) dan sebagai masjid (tempat untuk shalat –pen), aku diutus kepada seluruh makhluk, dan aku menjadi penutup para nabi.” (Hadits shahih, riwayat Muslim)
Berdasarkan hadits tersebut, dapat dipahami bahwa seluruh bagian permukaan bumi adalah masjid (tempat untuk shalat), kecuali kuburan, kamar mandi, dan kandang unta. Pengecualian tersebut disebutkan pada hadits-hadits berikut ini:
Dari Jundub bin Abdullah Al-Bajlaa, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lima hari sebelum beliau wafat, beliau bersabda, “Ketahuilah bahwa umat sebelum kalian menjadikan kubur para nabi mereka dan orang-orang shalih mereka sebagai masjid. Ketahuilah, jangnlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid. Sesungguhnya aku melarang kalian dari hal tersebut.” (Hadits shahih, riwayat Muslim)
Dari Abu Sa’id Al-Khudry, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Seluruh bagian bumi adalah masjid, kecuali kuburan dan kamar mandi’.” (Hadits shahih, riwayat Ibnu Majah, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Dari Barra ‘ bin Azib, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat di kandang unta, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Janganlah kalian shalat di kandang unta, karena sesungguhnnya itu di antara tempat setan-setan.’ Dan beliau ditanya tentang shalat di kandang kambing, maka beliau bersabda, ‘Shalatlah kalian di sana karena dia merupakan tempat yang mengandung berkah.’.” (Hadits shahih, riwayat Ibnu Majah dan Abu Daud)

Hukumya Sholat di Tempat Non Muslim


Shalat boleh di mana saja. Islam sedikit berbeda dengan agama samawi lainnya dalam masalah tempat ibadah. Menurut hadits-hadits dan riwayat tafsir yang sampai kepada kita, umat terdahulu telah dikhususkan oleh Allah SWT dalam masalah tempat ibadah. Mereka tidak boleh beribadah kepada Allah SWT kecuali pada tempat khusus.
Sedangkan salah satu bentuk keistimewaan ajaran Islam adalah bahwa bumi ini telah dijadikan masjid oleh Allah SWT dan hukum tanahnya suci dan mensucikan. Maksudnya bisa digunakan untuk bertayammum bila tidak ada air. Sehingga dimanapun seorang muslim itu berada, maka dia bisa melakukan shalat.

Dari Umamah ra. bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Telah dijadikan bumi ini bagiku dan bagi umatku sebagai masjid dan suci. Dimana pun umatku mendapatkan waktu shalat, maka dia suci." (HR. Ahmad).

Hadits di atas menjelaskan kemutlakan tempat shalat bagi setiap muslim. Dimana pun di atas bumi ini. Termasuk di dalam gereja sekalipun, shalat itu tidak terlarang. Dahulu Umar bin Khattab pun pernah akan shalat di dalam gereja betlehem, tempat yang dianggap rumah ibadah bagi umat kristiani.

Hanya karena beliau tidak ingin melukai perasaan mereka sajalah, akhirnya beliau tidak jadi shalat di dalamnya dan malah mendirikan masjid tersendiri yang kini dikenal sebagai masjid Umar. Namun motifnya bukan karena Islam mengharamkan shalat di dalam gereja, tapi sekedar menjaga perasaan pemeluk agama nabi Isa itu. Kalaulah ada tempat tertentu yang dilarang untuk melakukan shalat, maka tempat itu adalah tempat yang najis, pembuangan sampah atau kandang binatang.

Jumat, 04 November 2011

Makan Daging Kambing ... Siapa Takut !!!

Besok kita akan merayakan Idul Adha,  atau yang sering disebut dengan hari raya kurban. Kebanyakan masyarakat kita pasti disuguhkan dengan daging kurban, entah itu sapi, kerbau maupun kambing. Namu hari raya kurban memang identik dengan daging kambing.
Mau tidak mau kita pasti disuguhkan  daging kambing dengan berbagai macam olahan. Sayangnya sebagian orang yang memiliki darah tinggi dan kolesterol dianjurkan untuk tidak memakannya. Informasi ini ternyata bukan untuk membuat anda malah mengkonsumsi pantangan seputar daging kambing. Namun ada beberapa hal yang perlu anda tau bahwa sebenarnya kita bisa mengkonsumsi olahan daging kambing tanpa harus takut terkena penyakit yang macam-macam. Padahal jika diolah secara benar daging kambing juga memiliki kadar protein yang sama dengan daging lainnya.

Minum jus belimbing seusai memakan daging kambing
Kebanyakan orang was-was dengan daging kambing yang disebut-sebut sebagai makanan “ kambing hitam “ dari semua makanan yang ada. Padahal jika kita lihat lebih dalam lagi daging kambing justru memilki kandungan protein yang sama dengan deging sapi dan ayam, malah disebut bahwa daging kambing memiliki kadar koleserol yang lebih rendah dibandingkan dengan daging ayam . 

Yang dibilang daging ini jahat sebenarnya adalah pengolahannya saja yang salah. Sering diolah sebagai gulai, tongseng atau yang berbau santan. Meskipun fakta minum jus belimbing seusai mngkonsumsi kambing memang dibenarkan, namun ternyata bukan hanya jus belimbing saja yang bisa dibilang sebagai penetral daging kambing, disamping itu ada jus Apel dan juga jambu biji yang memiliki serat dan kadar gula yang rendah.  Selain itu baiknya banyak mengonsumsi makanan sayur sebelumnya dan sesudahnya serta minum air putih. 
Sebagai perbandingan, berikut komposisi lemak dan kolesterol beberapa daging per 100 gram.
 

Olahah danging kambing: 
Olahan daging kambing memang identik dengan santan, namun sebenarnya anda juga bisa mensiasatinya dengan olahan lain yang tidak berhubungan dengan santan yang dijamin lebih sehat, seperti contohnya : 
Sup Kambing
 
Sate Kambing
 Steak Kambing
 
Porsi ideal memakan daging kambing : 
Porsi yang sesuai mengkonsumsi daging kambing atau daging merah tidak lebih dari 100-150 gr  sehari. Daging merah diperlukan tubuh karena mengandung zat besi . Namun jagan dikonsumsi berlebihan dan setiap hari karena  malah menimbunkan lemak dalam tubuh, selingi juga dengan mengkonsumsi ikan dan ayam.
Tuh kan, sebenarnya sah-sah saja mengkonsumsi daging kambing. Hanya saja bagaiamana kita bisa mengatur porsi makan dan juga pengolahan daging kambing tersebut . 

Makna Hari Raya Idul Adha


Hari raya Kurban atau yang biasa disebut juga hari raya ‘idhul Idha kembali menjelang di tengah kita. Hal ini berarti bahwa Allah telah memberikan umur atau usia hingga saat ini. Kita patut bersyukur karena Ia telah memberikan umur panjang hingga bisa menemui kembali hari raya yang satu ini. Hari raya kurban,  Semoga dengan momentum ini kita bisa memahami Makna Idhul Adha dengan sebenarnya

Dalam sejarah Islam saya masih ingat bagaimana tegarnya Nabi Ibrahim menerima perintah dari Allah maha besar Allah. Perintah untuk menyembelih seorang anaknya yang sangat ia sayangi yaitu Nabi Ismail. Sebuah ujian Allah yang menurut saya sangat luar biasa besar. Perlu keimanan dan ketaqwaan yang teguh dan dalam untuk melaksanakan perintah Allah yang satu ini. Ismail adalah anak yang selama diimpikan karena bertahun-tahun berumah tangga Nabi Ibrahim tidak dikaruniai seorang anakpun. Setelah besar menginjak remaja, Ismail harus disembelih atas perintah Allah SWT.
Tapi Ibrahim adalah manusia taqwa dan manusia beriman. Maka perintah Alah harus dilaksanakan. Ismail sebagai pihak kurban juga memiliki sifat yang sama, sabar dan taat pada perintah Allah dan tunduk pada orang tua. Alangkah mulianya dua manusia ini. Rela berkorban. Dihilangkan nafsu manusiawi untuk mendapatkan keridhoaan dari Allah Swt. Saya tidak akan menuturkan di sini bagaiman proses pelaksanaan korban. Tapi saya ingin berbagi pada anda bahwa betapa pentingnya pengorbanan dalam setiap perjuangan. Belajar perlu berkorban uang, tenaga dan pikiran. Untuk sukses dalam bisnis perlu berkorban waktu dan modal agar apa yang kita cita-citakan bisa diraih. Berkorban waktu maksudnya adalah mengesampingkan kegiatan yang kurang bermanfaat dan dialihkan menjadi kegiatan yang lebih manfaat seperti belajar bisnis dari orang yang telah sukses. Untuk sukses menjadi Hamba Allah seperti Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail perlu belajar agama dengan baik pada ulama-ulama terpercaya.

Allah maha besar, Allah maha besar, Allah maha besar. Tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah. Allah maha besar dan milik Allah segala pujian.  Untuk itu dalam suasana hari raya Kurban saya mengucapkan mohon maaf lahir batin.

Selasa, 01 November 2011

Renungan Hati

Seorang Ibu rumah tangga, sangat mencintai suaminya, yang bekerja keras sebagai kepala keluarga.
Ia mencintai suaminya yang alami dan perasaan hangat yang muncul dihatinya ketika berdekatan dan bersama.

Namun setelah beberapa tahun kemudian ia berkata, saya mulai merasa lelah, alasannya karena suami yang dulu sangat memperhatikannya, memanjakannya, sangat memperhatikannya, sekarang sudah menjadi seorang yang menjemukan.
Saya menjadi seorang wanita yang sentimentil, sensitif, saya merindukan saat-saat romantis bersama suami yang dulu pernah ia rasakan.

Tetapi semuanya itu tidak didapatkannya lagi, suaminya menjadi jauh seperti yang diharapkan. Akhirnya dengan ketidakmampuannya untuk menciptakan suasana romantis dalam pernikahan mereka telah mematahkan semua harapan
Si Ibu mendambakan cinta yang ideal dan memutuskan menginginkan perceraian kepada suaminya.

” Mengapa? ” suaminya bertanya sangat terkejut.
” Saya lelah, kamu tidak pernah memberikan cinta seperti yang saya inginkan.”
Sang suami terdiam cukup lama dan akhirnya ia bertanya,
” Apa yang dapat saya lakukan untuk dapat merubah pikiranmu ?”
Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan,
” Saya punya pertanyaan untukmu, jika kamu dapat menemukan jawabannya didalam hati saya, saya akan merubah pikiran saya,
Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada ditebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati.
Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?
” Dia termenung dan akhirnya berkata,
” Saya akan berikan jawabannya besok.”
Hati saya langsung gundah mendengar responnya.

Keesokan paginya dia tidak ada dirumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan coretan tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan……….

” Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya menjelaskan alasannya.”
Kalimat itu sangat menghancurkan hati saya, Saya melanjutkan untuk membacanya kembali,…

” Kamu selalu pegal-pegal pada waktu teman baikmu datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal.
Kamu tidak dapat mengetik dikomputer dan selalu mengacaukan programnya, dan akhirnya menangis didepan komputer, kalau sudah begitu saya harus memberikan jari-jari saya agar dapat membantumu.
Kamu selalu membaca buku sambil tidur, dan saya tahu itu tidak baik, maka saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu, mencabut ubanmu.
Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan bunga-bunga yang bersinar indah seperti cantiknya wajahmu.
Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena saya tidak sanggup melihat airmatamu mengalir menangisi kematianku.
Sayangku, saya tahu ada banyak orang yang dapat mencintaimu lebih dari saya yang mencintaimu.
Untuk itu, jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku tidak cukup untukmu, sayangku aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu.”

Airmataku jatuh keatas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya kembali.
” Dan sekarang sayangku, kamu telah selesai membaca jawaban saya.
Jika kamu puas dengan semua jawaban saya ini, dan tetap menginginkanku untuk tetap tinggal dirumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri disanan menunggu jawabanmu.”
” Jika kamu tidak puas, sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku dan aku tidak akan mempersulit hidupmu, Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia “.
Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri didepan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku.

Disaat kita merasakan cinta itu telah berangsur- angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita dan bukan mengharapkan wujud tertentu. Karena cinta tidak harus selalu berwujud ” bunga “